Jika kita kehilangan hutan,kita kehilangan satu-satunya guru kita

Japiknews.com Alam tidak pernah membalas dengan kemarahan; ia hanya mengembalikan apa yang kita tanamkan.
Ketika hutan ditebang tanpa hati, sungai dirusak tanpa nalar, dan gunung digerogoti tanpa jeda, bencana bukan lagi peristiwa alam-melainkan cermin. Cermin dari kerakusan yang diberi kesempatan terlalu panjang.

Kita sering menyebutnya “musibah”, seolah-olah kita hanya korban. Padahal kitalah yang pertama kali mengusir ibu dari rumahnya.
Dan seperti kata Rendra, ketika ibu terluka, pelukannya menghilang-digantikan banjir yang menelan desa, tanah longsor yang menyapu hidup, dan musim yang kehilangan arah.

Pertanyaannya kini bukan lagi “mengapa bencana datang”,
melainkan sampai kapan kita mengira alam akan tetap memeluk kita, sementara tangan kita terus menusuknya?

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *